Palembang, Sumsel, – Sudah lebih dari setahun laporan dugaan penipuan terhadap konsumen Perumahan Pelangi 2 dilayangkan, namun proses hukumnya hingga kini belum menunjukkan kemajuan berarti. Laporan tersebut bahkan telah diteruskan ke Banpol Polda Sumatera Selatan pada 24 April 2025, namun hasilnya masih nihil.
Dugaan penipuan ini melibatkan pemilik perusahaan developer, Richard Roberto dan beberapa orang lainnya, yang dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 378 dan/atau 372 KUHP tentang penipuan dan penggelapan, dengan nomor laporan STTLP/B/1904/VII/2024/SPKT/POLRESTABES PALEMBANG POLDA SUMSEL.
Deni Arianto, wartawan sekaligus suami dari korban utama, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyebut bahwa sejak Oktober 2024 sudah dilakukan cek lokasi oleh penyidik, bahkan penyidik sempat diganti dari inisial L ke TD. Namun, janji penyidik untuk menggelar perkara tak kunjung ditepati. Puncaknya, Deni melaporkan lambannya penanganan ini ke Banpol Polda melalui WhatsApp.
“Kami sudah beberapa kali konfirmasi, tapi selalu hanya janji akan digelar perkara. Sampai sekarang belum ada tindak lanjut. Istri saya mengalami kerugian Rp130 juta, uang itu hasil pinjaman bank dan kami sekarang masih ngontrak rumah,” ujar Deni.
Ia juga menyoroti bahwa bukan hanya istrinya yang menjadi korban. Saat penyidik melakukan cek lokasi, terdapat korban lain yang mengalami hal serupa di Perumahan Pelangi 2.
Tak hanya Deni, Ketua PWI Sumsel, Kurnaidi, juga ikut angkat bicara. Ia menilai lambatnya penanganan ini menunjukkan rendahnya profesionalitas aparat penegak hukum.
“Kasus besar triliunan bisa selesai cepat, masa yang cuma ratusan juta begini tak bergerak sama sekali? Jangan sampai keadilan baru hadir jika sudah viral,” tegas Kurnaidi.
Ia menyoroti bahwa masih kuatnya pola ‘No Viral No Justice’ menjadi masalah besar dalam pelayanan hukum di Indonesia.
Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah menekankan pentingnya respons cepat terhadap laporan masyarakat tanpa menunggu heboh di media sosial.
Kini, harapan keluarga korban hanya satu: ada kejelasan. Bila tidak, pelaporan ke Divisi Propam bisa menjadi langkah lanjutan. (*)